Fenomena Khulu’/Perkara Cerai Gugat Yang Terjadi Di Pengadilan Agama Muntok

avatar Tong Hari
Tong Hari

7917 x dilihat
Fenomena Khulu’/Perkara Cerai Gugat Yang Terjadi Di Pengadilan Agama Muntok


IAINSASBABEL.AC.ID - MUNTOK. Khulu’ berarti meninggalkan atau melepaskan, merupakan salah satu cara melepaskan suatu ikatan perkawinan yang dilakukan oleh pihak istri dengan kesanggupannya membayar ganti rugi. Disamping menyelesaikan perkara-perkara seperti dispensasi kawin, isbath nikah, perwalian, izin poligami, wasiat, harta bersama, harta waris, serta sengketa ekonomi syariah, Pengadilan Agama juga tak lepas dengan yang namanya perkara perceraian baik itu cerai talak maupun cerai gugat, yang menjadi pembeda sederhana antara cerai gugat dan cerai talak dapat dilihat dari istilah penyebutan pihak berperkara yang tertuang dalam suatu gugatan, cerai talak diberi istilah pemohon (suami) dan termohon (istri) sedangkan cerai gugat diberi istilah penggugat (istri) dan tergugat (suami). Tidak sedikit perkara ini putus dengan gugatan verstek yang mana pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan (pasal 78 Rv).

Dari seluruh Pengadilan Agama yang ada di kepulauan Bangka Belitung, Pengadilan Agama Muntok merupakan salah satu badan peradilan yang aktif menangani berbagai jenis perkara perdata agama, terkhusus lagi untuk perkara cerai gugat (khulu’) yang mana perkara inilah yang menjadi perkara terbanyak di Pengadilan Agama Muntok. Sejauh ini jumlah perkara perdata Agama yang putus didalam Direktori Putusan Mahkamah Agung RI Pengadilan Agama muntok tahun 2021 telah mencapai 485 perkara dan 386 didalamnya adalah perkara perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat, sedang untuk perkara putus tahun 2022 dari bulan Januari hingga bulan Agustus terdapat 262 perkara termasuk didalamnya perkara perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. 

Dalam setiap perkara terkhusus dua pihak yang berperkara, seorang hakim tidak semerta-merta memutus perkara tersebut, tentu akan ada upaya damai (mediasi) yang dilakukan oleh seorang mediator, baik itu mediator hakim maupun non hakim. upaya ini tertuang dalam PERMA No 1 tahun 2016 yang mana untuk memperoleh kesepakatan para pihak harus dibantu oleh Mediator. Usaha mediator dalam mendamaikan serta meyakinkan para pihak akan teruji, namun secara garis besar pihak penggugat atau pemohon merupakan peran utama terhadap perkara yang mereka ajukan. Artinya keputusan berdamai atau tidaknya akan bergantung kepada penggugat atau termohon itu sendiri.

Berdasarkan fakta yang telah terjadi, dapat disimpulkan bahwa banyaknya perkara khulu’ yang telah putus di Pengadilan Agama Muntok memiliki berbagai macam problema, disamping seorang istri yang menggugat suaminya karena sudah tidak mampu mempertahankan rumah tangga lagi, peran suami sebagai kepala rumah tangga pun sudah tidak maksimal seperti suami kurang bertanggung jawab atas nafkah yang diberikan, suami sering berkelakuan tidak baik terhadap istri dan keluarga, sering melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti perasaan sang istri bahkan melakukan kekerasan dalam rumah tangga sehingga rumah tangga tersebut tidak lagi berjalan harmonis serta adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh suami juga merupakan salah satu faktor terbesar seorang istri untuk menggugat cerai. 

 

(Penulis : Kharisma Pratiwi / Editor : Ika Robiantari)