Dosen Ilmu Hukum IAIN SAS Babel ikuti Sharing Session di Mapolres Bangka

avatar Tong Hari
Tong Hari

36 x dilihat
Dosen Ilmu Hukum IAIN SAS Babel ikuti Sharing Session di Mapolres Bangka
Dosen Ilmu Hukum IAIN SAS Babel ikuti Sharing Session di Mapolres Bangka


IAINSASBABEL.AC.ID BANGKA. Dosen Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Ekonomi  Islam (FSEI) Institut Agana Islam Negeri( IAIN) Syaikh Abdurrahaman Siddik Bangka Belitung Reski Anwar M.H. mengikuti Sharing Session bersama jajaran Polres Bangka tentang Pikiran Dasar KUHP Nasional.Kegiatan ini kolaborasi bersama Ketua Prodi Magister Hukum FH UBB Dr. Faisal, M.H., di Aula Tribrata Polres Bangka, Senin,4/9/2023.

Kegiatan ini merupakan langkah konkrit untuk memahamkan rekan-rekan penyidik mengenai KUHP Nasional yang akan segera diberlakukan di 2026 mendatang.

Kompol Robby Ansyari selaku Wakapolres Bangka menyambut baik kehadiran para akademisi hukum ini, saya mewakili pimpinan mengucapkan terimaskaih sudah mau berbagi ilmu dengan rekan penyidik yang ada diwilayah hukum Polres Bangka.

Memang memahai KUHP Nasional ini tidak mudah tapi akan lebih mudah jika dicicil dari sekarang dan proses penerapannya nanti akan mudah jika sudah terbiasa. Ujar “Mantan Kanit 1 Subdit 4 Dit Reskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung“.

Adapun yang hadir pada kegiatan kali ini  ada dari Reskrim pemali, Reskrim Sungailiat, Reskrim Puding besar, Reskrim Riausilip, Reskrim bakem, Reskrim mendobarat, Reskrim merawang, Reskrim unit PPA, Reskrim Unit Pidum,  dan unit Reskrim Tipiter wilayah Hukum Polres Bangka.

Pada paparannya Faisal menjelaskan problem kepastian hukum: KUHP mana yang dipakai? terjemahan berbeda pasti berbeda. Ada terjemahan R. Soesilo, Moeljatno, dan BPHN. Kawan-kawan penyidik pakai terjemahan yang mana.

Satu yang harus digaris bawahi tidak ada legitimasi yang menyatakan bahwasannya terjemahan R. Soesilo, Moeljatno, dan BPHN yang paling sahih. Itu baru masalah kepastian hukum, kita belum bicara soal keadilannya seperti apa dan kemanfaatannya bagaimana. “Ujar faisal”

Misi Pembaruan KUHP , MISI Dekolonialisasi, Dekolonialisasi ini sebagai upaya untuk menghilangkan nuansa-nuasa kolonial didalam KUHP. Ada pertanyaan, mengapa Buku Kedua KUHP tentang Tindak Pidana (37 BAB) masih ada yang sama dengan KUHP lama. Dekolonialisasi itu bukan dilihat dalam Buku II. Karena Buku II KUHP Nasional adalah bentuk Universalisme Hukum Pidana.

Sementara Dekolonialisasi itu terlihat dalam Buku I tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif, tetapi keadilan korektif (pelaku), restorative (korban) dan rehabilitatif (pelaku dan korban). Ada Pedoman Pemidaanaan, Ada Alternatif Modifikasi Pemidanaan. Bahkan jika ada pertentangan antara Keadilan dan Kepastian maka Hakim Wajib Mengutamakan Keadilan ini adalah bentuk Dekolonialisasi.

Misi Demokratisasi, Untuk menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, dengan batas yang telah di tentukan oleh konstitusi dan MK.

Misi Konsolidasi ini adalah upaya KUHP Nasional menghimpun kembali berbagai kejahatan yang diatur diberbagai undang-undang diluar KUHP untuk dimasukkan kembali kedalam Undang-Undang Organiknya yaitu KUHP Nasional. Maka, Politik Hukum KUHP Nasional itu dapat dikatakan Rekodifikasi. Contoh: diaturnya tentang Tindak Pidana Khusus (BAB 35 Buku II).

Misi Harmonisasi Upaya menyelaraskan agar terjadi sinkronisasi antara KUHP Nasional dengan berbagai ketentuan pidana diluar KUHP.

Misi Modernisasi KUHP nasional harus disesuaikan dan adaptif dengan perkembangan jaman, utamanya perkembangan tekhnologi yang memberikan pengaruh terhadap perilaku kejahatan yang juga ikut berkembang.

Selanjutnya Reski juga menyatakan pada paparan diskusinya KUHP Nasional kita kali ini akan Jauh lebi Soft dibandingkan KUHP WvsNI. Karena dalam WvSNI dikenal dengan istilah ada asas tiada maaf bagimu, Namun KUHP Nasional nanti ada dikenal beribu maaf bagimu.  

Ia mengatakan paradigma hukum pidana yang berdasarkan keadilan retributif, di mana hukum pidana digunakan sebagai Lex Talionis atau hukum balas dendam, sudah berubah ke dalam paradigma hukum pidana modern yang bersifat universal, yang tidak lagi berbicara mengenai keadilan retributif tetapi berbicara mengenai keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif," paparnya.

KUHP baru ini tidak lagi menitikberatkan keadilan balas dendam. KUHP yang baru itu satu keadilan korektif, pelaku dijatuhkan sanksi, dan jangan dibayangkan (sanksinya) hanya penjara," kata Reski.

Ia mengatakan,  terjadi perubahan paradigma hukum modern yang berlaku universal. Hukum pidana kini dipandang lebih luas tak sekedar sebagai sarana balas dendam atau keadilan retributif karena mengarah pada orientasi keadilan korektif, restoratif, rehabilitatif.

Keadilan korektif menekankan pelaku dalam konteks ini dikenakan pidana untuk koreksi kesalahan atas perlakuannya. Sedangkan restorative justice ditujukan kepada korban untuk memulihkan keadaan.  Jika keadilan korektif berorientasi pelaku, restorarif berorientasi pada korban.

Maka keadilan rehabilitatif berorientasi pada pelaku dan korban, di satu sisi pelaku nggak cuma disanksi pidana tapi juga direhabilitasi, korban juga nggak cuma dipulihkan tapi harus diperbaiki (kondisinya), imbuh Reski”.Diakhir acara diadkan dialog interaktif dengan para rekan penyidik dan setelah itu dilanjutkan dengan sesi foto bersama.(*)

Penulis : Reski Anwar