IAINSASBABEL.AC.ID - BANGKA. Berdasarkan sumber dari CNN Indonesia, Survey Kemendikbud Tahun 2020, Dosen mengatakan 77% kekerasan seksual pernah terjadi diperguruan tinggi sedangkan 69% tidak melaporkan kasus yang di ketahuinya kepada pihak kampus dengan kebanyakan korban kekerasan seksual adalah perempuan. Menurut data Komnas Perempuan 27 Oktober 2020, laporan langsung kekerasan seksual di lingkungan pendidikan meningkat ditahun 2019 terdapat 15 korban yang melapor, sedangkan di tahun 2018 ada 10 data berdasarkan korban yang melapor.
Menurut sumber perempuan.go.id, Laporan yang dituju ke Komnas Perempuan periode 2015-2020 mencatat total 51 kasus kekerasan seksual. Pelaku Dosen 17 (7 kekerasan seksual dilakukan dosen pembimbing skripsi), 6 pelaku mahasiswa, 2 pelaku pelatih, 1 ketua yayasan. Korban mahasiswa 21, Dosen 1, Pegawai 1, Lainnya 2, 1 Latar belakang yang tak teridentifikasi. Dengan modus pelecehan verbal, menyentuh anggota tubuh, meminta foto/rekaman tidak senonoh, dan perkosaan.
Menurut databoks.katadata.co.id, mayoritas masalah kekerasan seksual di Indonesia berakhir tanpa penyelesaian. Sebab 57% korban kekerasan seksual mengaku tak ada penyelesaian dalam kasus tersebut. Selain itu 39,9% korban menyatakan mereka dibayar sejumlah uang untuk solusi penyelesaian kasus pelecehannya, 26,2% korban menikah dengan pelaku, 23,8% dengan jalan damai atau secara kekeluargaan, hanya 19,2% korban yang berhasil mengawal kasus kekerasan seksual, sehingga pelaku berakhir di penjara.
Maraknya kasus pelecehan seksual di ranah pendidikan khususnya Perguruan Tinggi, Tim peneliti Litadipmas dari IAIN SAS Babel Yera Yulista, M.Si dan Sekar Putri, M.A melakukan penelitian terkait kekerasan seksual/pelecehan seksual diperguruan tinggi dengan menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) hari Rabu 16 November 2022 di Bangka Original Cafe (BOC) pukul 08:00 WIB-13:00 WIB, dengan menghadirkan pemateri yang sekaligus seorang Psikolog yaitu Primalita Putri Distina, M.Psi., Psikolog. Dihadiri peserta dari perwakilan mahasiswa dari Beberapa Perguruan Tinggi Bangka Belitung yakni Perguruan Tinggi ISB Atma Luhur, Politeknik Manufaktur, STIKES Citra Delima, STIE IBEK Pangkalpinang, IAIN SAS Babel, STIE Pertiba Pangkalpinang, dan Perguruan Tinggi STISIPOL Pahlawan 12. Para tim peneliti melontarkan beberapa pertanyaan kesetiap peserta untuk dilakukaan riset mendalam mengenai kasus pelecehan seksual. Setelah sesi ini berakhir dilanjutkan dengan materi yang diberikan oleh Ibu Primalita Putri Distina, M.Psi., Psikolog.
Prima menekankan bahwa kasus yang terjadi di perguruan tinggi kebanyakan karena ketidaksetaraan tingkat kekuatan dan ancaman. Ia menekankan bahwa banyaknya kasus yang tidak terlapor itu dikarenakan minimnya support dari lingkungan akibat Victim Blaming yang dilakukan, beberapa contoh Victim Blaming tersebut adalah, "kamu juga suka kan?", "kan ngak diperkosa?". Hal inilah yang membuat sudut pandang korban akhirnya sedih dan menyalahkan diri sendiri. Diakhir materi, Primalita Putri Distina, M.Psi., Psikolog menyebutkan "Penanganan kekerasan seksual diranah pendidikan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja" tapi menjadi tanggungjawab kita bersama.
Perdi salah satu peserta yang berasal dari Perguruan Tinggi STIE IBEK Pangkalpinang berharap dengan adanya kegiatan FGD ini "Untuk kedepannya kampus mulai bergerak untuk membentuk organisasi anti kekerasan seksual didalam kampus, dan membagikan brosur-brosur tentang kekerasan seksual digrup-grup kampus, dan menempel poster-poster atau mading dikampus yg bertema stop kekerasan seksual dan sebagainya, tujuannya untuk mencegah atau mewaspadai tindakan kekerasan seksual didalam kampus".
Sekar Putri selaku tim Peneliti Litapdimas 2022 mengatakan harapannya setelah digelar kegiatan FGD ini, mahasiswa lebih concern terhadap permasalah tersebut serta dapat mengedukasi para mahasiswa lain agar lebih cepat tanggap terhadap masalah pelecehan dan kekerasan seksual khususnya di perguruan tinggi.
(Penulis : Rian Kurniawan | Editor: Sekar Putri)